Sabtu, 12 Agustus 2006

Tangis Sunyi Kadafer

“Ayo pegang!”
“Bodoh kamu!”
“Ngapain masuk kedokteran? Cuma mau jaga gengsi? Hah! Kadafer ini guru kita...!” teriak salah seorang senior cewek sembari menunjuk ke arah kadafer yang terlungkup pasrah.

“Ayo, pegang lambungnya! Cari jantungnya! Hitung gigi-giginya! Awas kalo nggak berani!”
“Eh…nih anak malah nangis lagi. Dasar cengeng! Kalo takut nggak usah masuk kedokteran, malu-maluin tau!”

Teriakan-teriakan garang menggema di laboratorium anatomi Fakultas Kedokteran. Ruangan gelap dan pengap rupanya tak mampu menyurutkan keganasan kegiatan Ospek mahasiswa baru itu. Ruangan lab kini hampir menyerupai ladang penindasan. Ada perbedaan yang sangat mencolok antara junior dan senior. Semua bagaikan langit dan bumi. Senior bebas bertindak apa pun, karena setiap perkataan senior selalu benar. Sementara sang junior harus rela menuruti perintah apa saja dari senior walaupun terkadang mengkel juga karena ulah senior yang kadang tak memandang nurani lagi.

Sementara itu di dalam lab anatomi tampak beberapa kadafer terlentang tanpa daya di atas meja praktik, di sudut ruangan—di dalam kaca khusus tersimpan berbagai sampel anggota tubuh manusia yang sudah mengeras karena formalin. Di bawah mikroskop masih terdapat sisa sel tubuh yang belum di bersihkan. Bau menyengat menyebar ke seantero ruangan.
Tiba-tiba terdengar rintihan pilu salah satu kadafer….

“Hiks…hiks…,” tangis sunyi muncul dari dalam boks nomor 1. Itu tangisan Maryam. Ia meninggal dalam keadaan sangat tragis, diperkosa. Tubuhnya digantung di semak-semak pohon akasia yang tinggi dan baru di temukan masyarakat dua bulan kemudian, sesudah mayatnya membusuk. Hampir tak berbentuk.
Maryam pernah mengeluh pada Aci, yang merupakan salah satu kadafer juga di lab anatomi ini. Maryam rindu ingin dikuburkan di tempat yang layak. Tapi, ternyata ia menangis bukan karena itu.

Dua hari lalu waktu praktikum. Mahasiswa tingkat dua mempelajari susunan organ bagian tangan. Setiap kadafer memang sudah dibagi untuk 4 kelompok. Jadi, setiap kelompok memegang kadafer khusus.Tahap awal mereka menyayat bagian Regio Palmaris disekitar pergelangan tangan, Regio Antebrachi sampai wilayah musculus (m) biceps brachialis. Maryam merasakan sakit yang amat sangat saat pisau-pisau yang tajam itu menyentuh kulitnya, merobekkan kulit arinya. Maryam pasrah. Hingga babak terakhir mereka merapikan kembali daging-daging tubuh yang berserakan itu lalu memasukkannya ke toples khusus yang disediakan. Tapi tidak pada daging tubuh Maryam. Kelompok tiga memang pemalas. Daging bekas sayatan itu dibiarkan saja tetap tercecer, hingga sorenya seekor kucing berhasil menyantap habis bagian daging Maryam itu.

“Aku ingin dikuburkan dengan anggota tubuhku yang lengkap!”teriak Maryam sambil menangis. Namun, tak ada yang bisa mendengar tangisan pilu itu kecuali Maryam dan kadafer lainnya. Lagi-lagi, sebagai kadafer Maryam hanya bisa pasrah, tak mampu berbuat apa-apa.

Ruangan menjadi semakin pengap setelah rombongan-rombongan junior baru masuk ke lab dengan berjalan beriringan. Mereka tak lain seperti dijadikan boneka mainan saja.

Rambut khas dengan pita warna-warni, kaos oblong, menyantel tas karung yang berukuran sangat lebar hingga membuat tubuh-tubuh mereka tenggelam karena besarnya tas karung itu. Inikah wajah-wajah mahasiswa pilihan dengan rating grade fakultas nomor satu di salah satu universitas di Sumatera ini?
Tampak salah satu junior wanita menatapi salah satu kadafer penuh katakutan. Itu sangat wajar. Karena tubuh para kadafer memang sudah porak-poranda. Perut buyar menganga hingga tampak anggota-anggota tubuh bagian dalamnya. Sementara kulit yang membungkus bagian kaki dan tangan sudah habis tak bersisa akibat sayatan. Kini yang terlihat hanyalah tulang-belulang yang kian rapuh walaupun dibubuhi cairan formalin tiap harinya. Gadis itu tampak sedang menuruti titah dari seniornya. Walaupun tampak ketakutan, gadis itu tetap berusaha mematuhi, memegang tiap anggota tubuh bagian dalam kadafer yang memang sudah bisa dari perut yang menganga. Kemudian gadis itu menyebutkan satu per satu anggota tubuh yang dipegangnya dengan gugup.

“Itu ginjal bodoh…! Masa kamu nggak bisa membedakan ginjal dengan jantung sih!”
“Memangnya biologi kamu dapat berapa, hah?” caci salah seorang senior cowok.
Gadis itu tampak menunduk, tak berani berkutik. Matanya tampak berair, namun lama-lama airmata yang menganak sungai itu keluar juga dari pelupuk mata beningnya. Ia menangis ketakutan.
“Oy… oyy…! Mau lihat anak mami nggak?” teriak Albert, salah satu senior.

“Anak mami cengeng, nangis euy…!” cacinya sambil tertawa terkikik.
“Udah, pulangkan aja ke orangtuanya, suruh balik SD lagi,” sambung Maria.

Semua senior mengejek gadis tak berdaya itu. Maklum saja, Mila, nama gadis itu, memang belum pernah melihat barang aneh seperti kadafer ini. Bahkan melihat orang meninggal pun jarang, kecuali kakeknya. Itupun waktu ia masih kecil. Siapa sih yang tidak ketakutan melihat tubuh-tubuh mengerikan seperti itu. Kalau ia masuk kedokteran, itu pun karena semata-mata ingin membahagiakan mamanya. Lagi pula, potensi IQ-nya memang tidak mengecewakan.

Di dalam lab, Maryam tampak menahan tangis.
“Ayo, pegang!” teriak kasar Agus. Rupanya ia memaksa Faiz memegang vagina Maryam.
Maryam ketakutan. Sementara Faiz tempak menuruti saja perintah seniornya.
“A-ku malu...!” tangis kadafer Maryam.

“Rasanya ingin aku tampar muka si senior jelek itu. Kenapa ia tega menzalimiku. Walaupun aku hanya seonggok mayat yang kini ruhku sudah terpisah dengan jasad, tapi aku ingin dihormati, diperlakukan dengan layak. Bukan dengan cara seperti ini,” tangis Maryam semakin menjadi.

“Tuhan, aku ingin di kuburkan secara layak, bukan di tempat seperti ini!”
Sebenarnya para kadafer ini rela bila tubuhnya dijadikan sumber untuk mencari ilmu. Setidaknya itu lebih membuat mereka merasa lebih berguna. Dari pada mati sia-sia, masuk neraka pula. Tapi, mereka ingin dihormati sebagai layaknya mereka dulu juga manusia. Mereka malu bila auratnya dipajangkan bebas di ruang praktikum tanpa sehelai kain pun yang menutupi lekuk-lekuk tubuh mereka.

Kadafer-kadafer menangis sunyi.
Kegiatan Ospek yang berlangsung selama 3 hari itu rupanya memberi memori-memori yang berbeda bagi tiap mahasiswa baru. Ada kisah menyedihkan, menegangkan, bahkan ada yang mengatakan ospek kemarin begitu menyenangkan.
“Rugi banget elu nggak ikut Ospek kemarin, seniornya cakep-cakep lagi,” pamer Karen pada Butet yang memang tidak bisa mengikuti ospek karena sakit.

“Kalau nggak ikut ospek itu serasa bukan jadi mahasiswa, deh!”sambung Karen bangga.
Karen sepertinya tidak ingin berhenti menceritakan pengalaman menariknya selama Ospek. Dia terus saja menceracau seperti tidak ingin kehabisan kata-kata. Butet menanggapi ocehan teman barunya itu dengan hanya dengan sedikit senyum simpulnya yang menarik. Butet sebal. Ia memang tidak terlalu suka dengan orang yang terlalu banyak menceritakan tentang dirinya. Baginya, orang seperti itu termasuk dalam kategori teman membosankan.
#

Jam 13.30 WIB, ruang praktikum lab anatomi.
Sret…sreet….. Terdengar pintu ruangan dibuka lebar. Lima orang mahasiswa tingkat tiga memasuki ruangan lab dengan tergesa-gesa. Mereka berjalan beriringan menuju tiap boks penyimpanan kadafer. Salah satu dari mereka membuka pengait besi yang melekat pada boks, lalu mengeluarkan para kadafer itu satu per satu, mendorong kadafer hingga ke tengah. Lalu, semua yang berada di dalam ruangan mendapatkan giliran membersihkan kadafer yang akan di pakai untuk praktikum sebentar lagi. Tidak ada bias ketakutan lagi yang terpancar di wajah mereka. Sepertinya karena memang mereka sudah terbiasa. Bukankah ada pepatah yang mengatakan ala bisa karena biasa?

“Cepetan Pram, waktunya tinggal 5 menit lagi nih! Dokter Fahri sudah hampir sampai,” bujuk Anggi pada Pram yang tampak belum menyelesaikan sikatan terakhirnya.
“Kamu sih lama banget nyari sikatnya, kan jadi telat...,” keluh Marsha ketus.

“Iya… sorry. Gue lagi banyak pikiran tadi. Jadi, nggak konsen,” sergah Pram memelas.
Tepat sekali. Beberapa menit kemudian, Dokter Fahri masuk. Sementara di belakangnya sudah bergerombolan masuk mahasiswa tingkat 3 kelas anatomi yang lengkap dengan baju jas putih dan peralatan medisnya.

“Lagi-lagi aku dikuliti massal...,” teriak sunyi Maryam, pasrah.
Dokter Fahri mulai menjelaskan struktur anatomi bagian-bagian kaki. Karena memang pada dasarnya pembedahan hari ini di khususkan pada bagian itu. Dokter Fahri mencontohkan sayatan awal pada bagian Articulatio genu disekitar lutut. Tangannya tampak dengan lincah dan telaten mengikis kulit ari lalu menyayat bagian tadi. Semua mahasiswa memperhatikan dengan saksama. Selanjutnya, tampak mereka bekerja sendiri. Sayatan berikutnya pada bagian Regio qedis, Regio tibialis, Os tibia sampai pada sayatan terakhir bagian maleolus. Dengan cekatan pula para mahasiswa menyusun lalu meletakkan sel-sel hasil sayatan ke bawah mikroskop. Mengamatinya dengan teliti. Lalu berupaya menggambarkan hasil yang dilihatnya dari mikroskop ke buku laporan praktikum. Semua memang tampak sederhana, tapi sebenarnya begitu rumit. Praktikum selesai. Tampak semua mahasiswa merapikan perlengkapan, membuka sarung tangan lalu mencuci tangan-tangan mereka dengan sabun pembersih khusus. Setiap sel-sel hasil sayatan di kumpulkan kemudian di masukkan di tiap-tiap toples yang telah disediakan. Tapi tidak semua mahasiswa peduli pada kadafer.

Kelompok satu tampak acuh . Dibiarkan saja sel-sel hasil sayatan itu di atas boks. Lalu keluar dari ruangan praktikum dengan santainya.
#
Jam 18:00 WIB, Laboratorium Anatomi.

Suasana lab tampak sunyi. Desiran angin menambah angker ruangan praktikum ini. Saat sepi, ruangan pengap ini sering mengeluarkan bau busuk yang tercampur dengan bau formalin yang menyengat. Mungkin karena memang kadafer-kadafer yang berada dalam ruangan ini rata-rata sudah berumur lebih dari 10 tahun.
Tiba-tiba Maryam meringis kesakitan dari balik boks mayatnya.

“Hiks... hiks... aow...!” tangisnya sunyi.
“Mereka menzalimi tubuhku, menyakitiku!”
“Sampai kapan pun aku tidak rela!”
#
Catatan:
Kadafer adalah mayat digunakan fakultas kedokteran untuk praktikum anatomi.

 

By : WANJA ~ An Nida Online

Attachment: oggix.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar