Rabu, 30 Juli 2008

Ibrahimovic vs Ronaldo.wmv




Ga tau nih rekaman jaman kapan...
Yg pasti Ibra.. lg ga ada rambutnya

Ayo... cakepan mana.. Ibra apa CR7?
ya Ibra dunk
trus cakepan mana.. Ibra pakai rambut atau ngga?

Halaaagh malah bahas ginian
Lg error euy

Senin, 21 Juli 2008

Rihlah MyQers Bekacung (yang Bekasi Ngacung :D )




Hari ahad apa yang dinanti-nanti di bulan Juli ini.. yihaaaa ahad kemarin dunk.. ada rihlah gituh

Sabtu, 19 Juli 2008
16.00

Kesibukan persiapan rihlah dimulai dari Sabtu sore. Dari minjam tikar sampai beli coklat .

Ahad, 20 Juli 2008
07.00

Bismillah. Berangkat tatsqif ke Masjid Al Amin. Lohh kok ke Masjid bukan rihlahnya mau ke Mekarsari?? He..he.. tadinya sih udah ga mau berangkat ke masjid buat tatsqif. Abis dapat infonya mendadak sih baru sabtu sore (halaaah alas an, bilang aja mau rihlah gituh ). Tapi begitu dikasih tau pematerinya pak Didin Hafidhuddin, akhirnya jadi semangat empat-lima-enam

07.10
Sampai di masjid…
Acara belum dimulai tumben nih tatsqifnya ngaret. Biasanya jam 07.00 dah mulai.. jam 09.00 dah selesai.
Ehh.. ternyata memang acaranya diundur jadi jam 08.00.
Akhirrrnya bisa juga aku registrasi daftar hadir di nomor satu

08.00
Masih menunggu acara yang belum mulai . Sesekali masih sms-an sama Siti karena udah janjian mau berangkat bareng.

08.15
Belum mulai jugaaa….
Tapi pak Didin-nya udah datang. Huaaah masjid penuh. Untung udah persiapan duduk paling pinggir.

08.30
Siti nelpon kalau udah nyampe. Pas melangkahkan kaki keluar masjid, MC baru mulai pembukaan. Kasiiiaan deeh

Naik motor sebentar ke tempat janji bertemu. Ku melihat perempuan berjilbab tersenyum padaku (kisah kasih di sekolah mode on).

Dengan sok yakin langsung aku sapa : “Siti yaa”. Tahukah kalian jawabannya, yup [i]correct[/i] : “bukan”.
Langsung salah tingkah, sambil bilang : “maaf ya mba” .

Setelah tengak-tengok, akhirnya ketemu juga yang pakai jilbab terus bawa kue. Masih dengan kepedean yang cuma berkurang 10 %. I said : “Siti..??”, untungnyaaa yang ini menjawab : ”Iya”.

08.45
Setelah bersalaman dan mengatur posisi duduk yang enak, kami langsung ngaciir ke Mekar sari.

09.15
Sampai di Mekarsari. Ga nyangka, ternyata aku jalannya cepat juga .

09.30
Rombongan touring motor dari Bekasi sampai. Ada mba Nini dan uni Rini di kubu akhwat. Kalau kubu ikhwannya ada KamHas, masWahyu, WT615, Coal, Mahyuni, Hadiid, dkk.

Tiketnya dapat gratisan karena pakai indosat. Ternyata banyak banget yang pakai Indosat. Semua peserta rihlah kebagian tiket gratis, karena satu nomor dapat dua tiket. He..he.. lumayan

09.45
Pak Wasit, Ummi Fatihamas, Fatih dan Hamas sampai. Langsung deeh kami akhwatnya terpesona sama kostumnya Hamas (pict. No. 5)

10.30
Mba PutMel dan suami serta rombongan keluarganya pak Ghif belum datang juga. Akhirnya kami masuk duluan. Padahal tiket gratisannya masih ada. Sayang sih, tapi kan janjiannya jam 10.00

Abis parkir peserta rihlah jalan bareng-bareng. Mau masuk ke kebun keluarga. Ehhh ternyata bayar. Akhirnya ga jadi. Secara peserta rihlah-nya pecinta gratisan.

Setelah menemukan tempat yang adem, gelar tikar, keluarin makanan masing-masing, acara pun dibuka sama KamHas dilanjutkan tausiah oleh pak Coal.

Mba PutMel dan suami serta keluarganya pak Ghif datang ditengah-tengah tausiahnya pak Coal. Oyaa setelah duduk, umminya Syahdu (istri pak ghif) mengeluarkan keranjang yang isinya penuh banget oleh bakwan. Duhhh bisa nambah deh berat badan kalau rihlah jadi acara rutin.

Acara inti, yaitu pidato oleh mbah d_b batal, mbah d_b nya curaangg.. datangnya telat. Karena itu, setelah dengerin tausiah dari pak Coal, langsung dilanjutkan ta’aruf yang gazebo. Masing-masing kubu (ikhwan-akhwat) kaya’nya sengaja memelankan suara biar ga ketauan nama dan id nya sama kubu yang lain. Buat apaan coba pake ta’aruf segala kalo ngomongnya pelan2 .

Selesai ta’aruf dilanjutkan dengan makan ayam bakar yang yummy. Abis makan, langsung pergi ke Musholla buat sholat dzuhur. Tapi karena mushollanya penuh, akhirnya balik lagi ke tempat gelar tikar buat sholat berjamaah.

Abis sholat, muter-muter Mekarsari pakai kereta keliling (heran dehh kok namanya kereta ya bukan bus, padahal kan ga ada rel-nya )

Puas muter-muter (walau sebenarnya lebih puas ngantri buat naik keretanya) langsung rujakan. Abis rujakan, diisi games lomba tiup balon (halaaah.. ga usah diceritain ya.. pokoknya kayak anak tpa deeh ).

Setelah games, sholat ashar, pengumuman pemenang abis itu pulaaaaannng.


* Ada yang nanya ga.. kok fotonya cuma segini? Tenang ga cuma segini kok.. ada juga foto akhwatnya di sinih
* Khusus akhwat.. ikhwan ga bisa ngeliat

Rihlah MyQers Bekacung (khusus Akhwat)




Sabtu, 12 Juli 2008

Gie


Agustusan 2 tahun yang lalu. Saya menyempatkan menonton film GIE, kebetulan film tersebut diputar kembali di layar kaca. Agak memaksakan sebenarnya, mengingat film itu baru tayang sekitar jam 11.30 dan baru selesai sekitar jam 02.00

Sebenernya tulisan ini ga up to date sich, teruz yang nulis juga kurang kafaah (he..he... ), tapi biar “waktu yang dihabiskan” untuk nonton semaleman ga sia-sia, maka saya tulis yang menurut saya menarik dari film ini.
Film ini mengisahkan mengenai Gie, aktivis idealis, yang lebih senang dikucilkan dari pada berkumpul dengan hal-hal yang bertentangan dengan idealismenya.

Gie pernah menulis begini: Saya mimpi tentang sebuah dunia, di mana ulama - buruh - dan pemuda, bangkit dan berkata - stop semua kemunafikan, stop semua pembunuhan atas nama apa pun. Tak ada rasa benci pada siapa pun, agama apa pun, dan bangsa apa pun. Dan melupakan perang dan kebencian, dan hanya sibuk dengan pembangunan dunia yang lebih baik.

Dia menyatakan ketidaksimpatikannya terhadap kelompok2 yang mengatasnamakan golongan, agama, ras dan apapun untuk mencapai kekuasaan.

Dalam bagian film itu diceritakan, ketika ada pemilihan Senat Fakultas Sastra serta berbagai kampanye-kampanye untuk memilih Ketua Senat, eih.. (yang bikin ketonjok nih) salah satu kampanyenya mirip2 kaya LDK Kampus kalau lagi kampanye untuk PEMIRA dan mirip juga kaya’ Partai Islam kalau lagi kampanye, untuk Pemilihan Presiden.


‘Eksklusivitas’ bagi aktivis boleh jadi membuat Dakwah yang berusaha dibangun, roboh ditangan pembangunnya sendiri. Sayang banget kalau ada orang seperti Gie, yang menganggap Aktivis Islam (salah satu diantaranya) hanya mementingkan kelompoknya sendiri. Kekuasaan ditujukan untuk kepentingan kelompok dan bukan untuk manusia lainnya.

Belum bisa bermain cantik dan lembut dalam menyampaikan kemuliaan ajaran Rasulullah yang sangat memanusiakan manusia.

Atau kepemimimpinan Umar bin Abdul Aziz dengan efisiensinya yang 100 %. Karena waktu Beliau berhenti menjadi Khalifah, kas negaranya sampe kosong. (Waktu jaman SMU dulu, Guru Fisika saya pernah mengatakan bahwa Efisiensi 100 % itu terjadi kalau input=output).

Kasihan banget ya sama Gie, kalau dia belum sempet tau mengenai itu semua dan udah antipati duluan karena ngeliat model-model aktivis ‘eksklusif’.

Diakhir kematian Gie yang tragis, dia pernah ngobrol sama kakaknya, "Akhir-akhir ini saya selalu berpikir, apa gunanya semua yang saya lakukan ini. Saya menulis, melakukan kritik kepada banyak orang ... makin lama makin banyak musuh saya dan makin sedikit orang yang mengerti saya. Kritik-kritik saya tidak mengubah keadaan. Jadi, apa sebenarnya yang saya lakukan ... Kadang-kadang saya merasa sungguh kesepian."

Duh kasian banget, ingin berjuang tapi ga punya wadah. Jangan sampai ada lagi deh orang yang nasibnya malang kaya Gie.
Wallahu‘alam.
(Instropeksi untuk diri sendiri yang kadang-kadang juga suka ‘LUGU (Lu Lu Gue Gue)’)

Ketika Amanah Dimaknai Sebagai Karir Da'wah

Di suatu hari yang cerah, beberapa akhwat duduk melingkar dan mereka
membicarakan banyak hal, salah satunya adalah tentang da'wah kampus.
Seorang akhwat berkata, "Eh, si fulan karir da'wahnya sedang naik nih.
" Ternyata berita seorang ikhwan yang baru diamanahi sebagai ketua
rohis fakultas di sebuah universitas, terdengar juga di telinga

akhwat-akhwat ini. Kemudian mereka membicarakan pula teman-teman lain
yang karir da'wahnya sedang menanjak. Hm...Karir Da'wah?

Di tempat lainnya, seorang aktifis sedikit mengeluh, "Masa gua lagi…
gua lagi..yang ngerjain beginian, lah kapan gua naik pangkatnya..." Ia
enggan mengerjakan tugas yang baginya tidak layak dikerjakan oleh ia
yang sudah seharusnya menjabat posisi tertentu.

Seorang aktifis murung, wajahnya meredup kala mengetahui bahwa dirinya
tidak tercantum sebagai calon ketua keputrian rohis, padahal ia sangat
yakin dirinya akan masuk nominasi. Ia mengeluh kian kemari, dan tidak
habis pikir mengapa dirinya tidak masuk, apatah lagi nominasi lainnya
jelas-jelas belum berhijab. Dan ia sibuk mencari pembenaran. Kecewa,
ia merasa dirinya lebih pantas dari yang lain.

Karir Da'wah dan Kesiapan Pemahaman
Di dalam Buku "Manajemen Sumber Daya Manusia 2" oleh Garry Dessler,
Career atau Karir diartikan sebagai seluruh jabatan yang didapatkan
seseorang selama hidupnya. Dan Career Path atau Jenjang Karir adalah
serangkaian pola dari pekerjaan-pekerjaan yang membentuk karir
seseorang. Karir membutuhkan perencanaan, yang mana seharusnya sebuah
organisasi memberi peluang kemajuan karir kepada anggotanya.

Sedang makna Da'wah adalah menyeru manusia kepada Al Haq, menyeru
manusia kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar. Di dalam
da'wah, ada nilai-nilai yang harus diemban, yaitu keikhlasan,
keteladanan, lemah lembut dalam menyuruh dan melarang, mengerti apa
yang harus dilakukan dan adil terhadap apa yang harus dilarang. Da'wah
dilakukan hanya karena Allah dan sang pengemban da'wah tidak meminta
imbalan kepada siapapun kecuali imbalan dari Allah SWT. Tanpa
orientasi "Allahu Ghayatuna" ini, maka rusaklah da'wah yang diserukan,
sia-sia sajalah apa yang sang da'i usahakan.

Di dalam organisasi da'wah, memang ada konsep fase-fase Da'wah
Fardiyah untuk membentuk seorang kader. Fase yang pertama adalah
tsiqoh, fase kedua menyatu dengan da'wah, dan ketiga adalah bergerak
bersama da'wah. Namun yang sering terjadi adalah lompatan fase akibat
mengejar target jumlah kader, yaitu dari fase pertama melompat ke fase
ketiga. Di mana saat fase ketiga ini, seseorang diajak bergerak
bersama dalam da'wah, dalam kepanitiaan atau kepengurusan misalnya.
Akhirnya timbullah gerak tanpa ruh, gerak tanpa diiringi pemahaman
mendalam tentang esensi da'wah. Hingga muncullah kader-kader yang
menganggap amanah kepemimpinan sebagai wujud keistimewaan, amanah
sebagai wujud karir.

Ketika seseorang bergabung dalam organisasi da'wah maka seharusnya
orientasinya bukanlah duniawi, tetapi ukhrawi. Ada cita-cita bersama
dalam jamaah. Sebuah organisasi memang menjadi tempat untuk menggali
potensi diri. Di dalam organisasi, kita dapat berlatih dinamika
kelompok. Di dalam organisasi, kita sparring dengan dunia kampus.
Namun organisasi da'wah berbeda dengan organisasi lain karena
organisasi da'wah menggelar acara dengan tujuan berda'wah, karena
Allah. Dan ketika seseorang yang belum memiliki pemahaman yang benar
tentang da'wah diserahi amanah sebagai pemimpin misalnya, yang terjadi
adalah terselenggaranya acara tanpa diiringi ruh da'wah, yang terjadi
adalah kader-kader yang berorientasi hasil dan bukan proses. "Ane
merasa menjadi sapi perah di organisasi ini…" Demikian keluhan seorang
ikhwan yang notabene seorang kader senior.

Hakekat Amanah
Berikut ini adalah hal-hal yang harus dipahami ketika seseorang
memiliki amanah:

1. Amanah = Tanggung Jawab.
Di dalam Islam, sebuah amanah kelak harus dipertanggungjawabkan di
hadapan-Nya. Ketika Allah menawarkan amanah kepada langit, bumi, dan
gunung-gunung, tak ada yang mau menerimanya kecuali manusia. Dan
adalah manusia itu sangat zalim dan bodoh. "Sesungguhnya Kami telah
mengemukakan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, maka
semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan
mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya
manusia itu amat zalim dan amat bodoh." (QS.34:71)

2. Jangan Merasa Berbeda
Seorang senior akhwat menegur juniornya yang tengah sibuk membuat
mading masjid. Ia berkata, "Dek, tidak seharusnya kamu mengerjakan
ini, teman-teman yang lain kan bisa melakukannya." Sang senior
beranggapan bahwa hal remeh temeh tidak seharusnya dilakukan oleh sang
junior yang menjabat sebagai ketua keputrian rohis. Sang junior
menatap seniornya, terdiam sebentar dan kembali melanjutkan
pekerjaannya. Ia sangat tidak setuju dengan pendapat seniornya karena
ia teringat Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam saat memerintahkan
untuk menyembelih seekor domba. Seseorang berkata, "Akulah yang akan
menyembelihnya", yang lain berkata "Akulah yang akan mengulitinya",
Lalu Beliau bersabda, "Akulah yang akan mengumpulkan kayu bakarnya."
Mereka berkata, "Kami akan mencukupkan bagi engkau." Beliau bersabda,
"Aku sudah tahu kalian akan mencukupkan bagiku. Tapi aku tidak suka
berbeda dari kalian. Sesungguhnya Allah tidak menyukai hamba-Nya yang
berbeda di tengah-tengah rekannya."

3. Besarnya Amanah Bukanlah Indikasi `Lebih Baik'
Orang-orang terdahulu sangat memahami hakikat amanah sehingga mereka
tidak memandangnya sebagai kelebihan, justru sebagai sebuah beban.
Sebagaimana pidato Umar bin Abdul Aziz saat naik ke podium negara
untuk pertama kalinya, "Ketahuilah bahwa aku bukanlah orang yang
terbaik di antara kamu. Akan tetapi,aku hanyalah seorang laki-laki
seperti kamu semua. Namun Allah telah menjadikan aku sebagai orang
yang paling berat bebannya di antara kamu. "

4. Membumi Bersama Anggota
Pemimpin dalam Islam, bukan sekedar memerintah tetapi juga terjun
langsung bersama anggotanya. Ini bukan berarti sang pemimpin tidak
memiliki kafaah pendelegasian tugas, namun karena selayaknya seorang
pemimpin memberikan teladan dan melayani. Hal ini sebagaimana
Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam tunjukkan keteladanan itu
ketika Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam membangun masjid Nabawi
di Madinah bersama para sahabatnya. Beliau tidak hanya menyuruh dan
mengatur atau tunjuk sana tunjuk sini, tapi beliau turun langsung
mengerjakan hal-hal yang bersifat teknis sekalipun. Beliau membawa
batu bata dari tempatnya ke lokasi pembangunan.

5. Berendah Hatilah
Sesungguhnya kita harus senantiasa berendah hati dan berlemah lembut
terhadap orang-orang yang beriman. Memiliki jabatan bukan berarti
angkuh di atas singgasana dan hanya memberi instruksi. Lihatlah Umar
bin Abdul Aziz, seorang khalifah yang datang ke sebuah pasar untuk
mengetahui langsung keadaan pasar, maka ia datang sendirian dengan
penampilan biasa, bahkan sangat sederhana sehingga ada yang menduga
kalau ia seorang kuli panggul lalu orang itupun menyuruhnya untuk
membawakan barang yang tak mampu dibawanya. Umar membawakan barang
orang itu dengan maksud menolongnya, bukan untuk mendapatkan upah.
Namun ditengah jalan, ada orang memanggilnya dengan panggilan `Amirul
Mu'minin' sehingga pemilik barang yang tidak begitu memperhatikannya
menjadi memperhatikan siapa orang yang telah disuruhnya membawa
barangnya. Setelah ia tahu bahwa yang disuruhnya adalah seorang
khalifah, iapun meminta maaf, namun Umar merasa hal itu bukanlah suatu
kesalahan.

6. Jangan Karena Ambisi
Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam berkata kepada Abdurrahman bin
Samurah, "Janganlah engkau menuntut suatu jabatan. Sesungguhnya jika
diberi karena ambisimu maka kamu akan menanggung seluruh bebannya.
Tetapi jika ditugaskan tanpa ambisimu maka kamu akan ditolong
mengatasinya."(HR.Bukhari dan Muslim)

Namun bukan berarti pula kita tidak boleh menerima amanah. Rasulullah
Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Barangsiapa yang diserahi
kekuasaan urusan manusia lalu menghindar (mengelak) melayani kaum
lemah dan orang-orang yang membutuhkannya, maka Allah tidak akan
mengindahkannya pada hari kiamat."(HR. Ahmad).

Atau seperti ucapan Nabi Yusuf di Surat Yusuf ayat 55, "Berkata Yusuf,
Jadikankah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah
orang yang pandai menjaga lagi berpengetahuan." (QS.12:55)

Khatimah
Organisasi da'wah tentu memiliki struktur dan itu hanya untuk
memudahkan kinerja, maka hendaknya kita tidak memandang istimewa
seseorang dari jabatannya, tetapi dari ketaqwaannya.

Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Sesungguhnya Allah
Ta'ala tidak memandang postur tubuhmu dan tidak pula pada kedudukanmu
maupun harta kekayaanmu, tetapi Allah memandang pada hatimu.
Barangsiapa memiliki hati yang shaleh maka Allah menyukainya. Bani
Adam yang paling dicintai Allah ialah yang paling bertaqwa." (HR.
Muslim).

Setelah memahami apa dan bagaimana amanah, maka tidak selayaknya
seorang kader memandang mulia orang yang besar amanahnya dan memandang
rendah dirinya hanya karena amanahnya tidak besar. Tidak selayaknya
pula seorang aktifis merangkai jenjang karir berupa karir da'wah dan
menghitung-hitung untung rugi, karena sesungguhnya Allah tidak menilai
besar kecilnya amanah, Allah tidak menilai tinggi rendahnya jabatan,
tetapi Allah menilai kesungguhan dan keikhlasan kita. Biarlah Allah
saja yang membalas da'wah kita ini, dan katakanlah sebagaimana para
nabi telah berkata, "Sesungguhnya aku tidak meminta upah kepadamu atas
seruanku ini, upahku hanyalah dari Allah, Tuhan Semesta Alam."
Wallahu'alam.
dari myquran.com

--sementara masih re-post nih dari sini