
http://myquran.org/forum/index.php
Komunitas Muslim Indonesia
by http://myquran.org/forum/index.php/topic,6585.0.html
Start: | Oct 24, '06 |
End: | Oct 25, '06 |
Location: | di rumah n keliling |
Start: | Aug 20, '06 4:00p |
Location: | RT. 01/RW. 12 Karanggan Gunung Putri |
Start: | Aug 20, '06 10:00a |
Location: | Lapangan Koramil, Wanaherang Bogor |
Start: | Aug 20, '06 09:00a |
Location: | Dari Masjid As Salam, Citereup ke Lapangan Koramil, Wanaherang |
Sebenernya tulisan ini Dc pengen nulis reply aja di milisnya mba Dee, karena waktu buka-buka milisnya mba Dee ada tulisan mengenai Film Gie. Tapi sayang banget, tadi pas dicari-cari mengenai tulisan itu lagi ga ketemu2, ihh .. jadi nyesel dech waktu itu ga baca sampai tuntas.
Kebetulan semalam film itu diputarin di TV, jadi semalam Dc maksain banget nonton film itu (bayangin.. selesainya aja hampir jam dua malam Karena waktu film itu diputerin di Bioskop Dc ga nonton, biasa dech.. penghematan kantong
Sebenernya tulisan ini ga up to date sich, teruz yang nulis juga kurang kafaah (he..he... ), tapi biar “waktu yang dihabiskan” untuk nonton semalem ga sia-sia, maka Dc nulis yang menurut Dc menarik dari film ini.
Film ini mengisahkan mengenai Gie, aktivis idealis, yang lebih senang dikucilkan dari pada berkumpul dengan kemunafikan (ciee.. Idealis banget ga seeh??).
Gie pernah menulis begini: Saya mimpi tentang sebuah dunia, di mana ulama - buruh - dan pemuda, bangkit dan berkata - stop semua kemunafikan, stop semua pembunuhan atas nama apa pun. Tak ada rasa benci pada siapa pun, agama apa pun, dan bangsa apa pun. Dan melupakan perang dan kebencian, dan hanya sibuk dengan pembangunan dunia yang lebih baik.
Dia menyatakan ketidaksimpatikannya terhadap kelompok2 yang mengatasnamakan golongan, agama, ras dan apapun untuk mencapai kekuasaan.
Dalam bagian film itu diceritakan, ketika ada pemilihan Senat Fakultas Sastra serta berbagai kampanye-kampanye untuk memilih Ketua Senat, eih.. (yang bikin ketonjok nih) salah satu kampanyenya mirip2 kaya LDK Kampus kalau lagi kampanye untuk PEMIRA dan mirip juga kaya’ Partai Islam kalau lagi kampanye, untuk Pemilihan Presiden.
‘Eksklusivitas’ bagi aktivis boleh jadi membuat Dakwah yang berusaha dibangun, roboh ditangan pembangunnya sendiri. Sayang banget kalau ada orang seperti Gie, yang menganggap Aktivis Islam (salah satu diantaranya) hanya mementingkan kelompoknya sendiri. Kekuasaan ditujukan untuk kepentingan kelompok dan bukan untuk manusia lainnya.
Kalau kaya’ gini ‘Islam Rahmatan lil Alamiennya’ kemana? Sebagai aktivis ternyata Qta belum bisa menyampaikan kemuliaan ajaran Rasulullah yang sangat memanusiakan manusia.
Atau kepemimimpinan Umar bin Abdul Aziz dengan efisiensinya yang 100 % (Karena waktu Beliau berhenti menjadi Khalifah, kas negaranya sampe kosong. Waktu SMU dulu, Guru Fisika Dc pernah bilang bahwa Efisiensi 100 % itu terjadi kalau input=output).
Kasihan banget ya sama Gie, kalau dia belum sempet tau mengenai itu semua dan udah antipati duluan karena ngeliat model-model aktivis ‘eksklusif’.
Diakhir kematian Gie yang tragis, dia pernah ngobrol sama kakaknya, "Akhir-akhir ini saya selalu berpikir, apa gunanya semua yang saya lakukan ini. Saya menulis, melakukan kritik kepada banyak orang ... makin lama makin banyak musuh saya dan makin sedikit orang yang mengerti saya. Kritik-kritik saya tidak mengubah keadaan. Jadi, apa sebenarnya yang saya lakukan ... Kadang-kadang saya merasa sungguh kesepian."
Duh kasian banget, ingin berjuang tapi ga punya wadah. Jangan sampai ada lagi deh orang yang nasibnya malang kaya Gie.
Wallahu‘alam.
(Instropeksi untuk diri sendiri yang kadang-kadang juga suka ‘LUGU (Lu Lu Gue Gue)’)
Di suatu hari yang cerah, beberapa akhwat duduk melingkar dan mereka
membicarakan banyak hal, salah satunya adalah tentang da'wah kampus.
Seorang akhwat berkata, "Eh, si fulan karir da'wahnya sedang naik nih.
" Ternyata berita seorang ikhwan yang baru diamanahi sebagai ketua
rohis fakultas di sebuah universitas, terdengar juga di telinga
akhwat-akhwat ini. Kemudian mereka membicarakan pula teman-teman lain
yang karir da'wahnya sedang menanjak. Hm...Karir Da'wah?
Di tempat lainnya, seorang aktifis sedikit mengeluh, "Masa gua lagi…
gua lagi..yang ngerjain beginian, lah kapan gua naik pangkatnya..." Ia
enggan mengerjakan tugas yang baginya tidak layak dikerjakan oleh ia
yang sudah seharusnya menjabat posisi tertentu.
Seorang aktifis murung, wajahnya meredup kala mengetahui bahwa dirinya
tidak tercantum sebagai calon ketua keputrian rohis, padahal ia sangat
yakin dirinya akan masuk nominasi. Ia mengeluh kian kemari, dan tidak
habis pikir mengapa dirinya tidak masuk, apatah lagi nominasi lainnya
jelas-jelas belum berhijab. Dan ia sibuk mencari pembenaran. Kecewa,
ia merasa dirinya lebih pantas dari yang lain.
Karir Da'wah dan Kesiapan Pemahaman
Di dalam Buku "Manajemen Sumber Daya Manusia 2" oleh Garry Dessler,
Career atau Karir diartikan sebagai seluruh jabatan yang didapatkan
seseorang selama hidupnya. Dan Career Path atau Jenjang Karir adalah
serangkaian pola dari pekerjaan-pekerjaan yang membentuk karir
seseorang. Karir membutuhkan perencanaan, yang mana seharusnya sebuah
organisasi memberi peluang kemajuan karir kepada anggotanya.
Sedang makna Da'wah adalah menyeru manusia kepada Al Haq, menyeru
manusia kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar. Di dalam
da'wah, ada nilai-nilai yang harus diemban, yaitu keikhlasan,
keteladanan, lemah lembut dalam menyuruh dan melarang, mengerti apa
yang harus dilakukan dan adil terhadap apa yang harus dilarang. Da'wah
dilakukan hanya karena Allah dan sang pengemban da'wah tidak meminta
imbalan kepada siapapun kecuali imbalan dari Allah SWT. Tanpa
orientasi "Allahu Ghayatuna" ini, maka rusaklah da'wah yang diserukan,
sia-sia sajalah apa yang sang da'i usahakan.
Di dalam organisasi da'wah, memang ada konsep fase-fase Da'wah
Fardiyah untuk membentuk seorang kader. Fase yang pertama adalah
tsiqoh, fase kedua menyatu dengan da'wah, dan ketiga adalah bergerak
bersama da'wah. Namun yang sering terjadi adalah lompatan fase akibat
mengejar target jumlah kader, yaitu dari fase pertama melompat ke fase
ketiga. Di mana saat fase ketiga ini, seseorang diajak bergerak
bersama dalam da'wah, dalam kepanitiaan atau kepengurusan misalnya.
Akhirnya timbullah gerak tanpa ruh, gerak tanpa diiringi pemahaman
mendalam tentang esensi da'wah. Hingga muncullah kader-kader yang
menganggap amanah kepemimpinan sebagai wujud keistimewaan, amanah
sebagai wujud karir.
Ketika seseorang bergabung dalam organisasi da'wah maka seharusnya
orientasinya bukanlah duniawi, tetapi ukhrawi. Ada cita-cita bersama
dalam jamaah. Sebuah organisasi memang menjadi tempat untuk menggali
potensi diri. Di dalam organisasi, kita dapat berlatih dinamika
kelompok. Di dalam organisasi, kita sparring dengan dunia kampus.
Namun organisasi da'wah berbeda dengan organisasi lain karena
organisasi da'wah menggelar acara dengan tujuan berda'wah, karena
Allah. Dan ketika seseorang yang belum memiliki pemahaman yang benar
tentang da'wah diserahi amanah sebagai pemimpin misalnya, yang terjadi
adalah terselenggaranya acara tanpa diiringi ruh da'wah, yang terjadi
adalah kader-kader yang berorientasi hasil dan bukan proses. "Ane
merasa menjadi sapi perah di organisasi ini…" Demikian keluhan seorang
ikhwan yang notabene seorang kader senior.
Hakekat Amanah
Berikut ini adalah hal-hal yang harus dipahami ketika seseorang
memiliki amanah:
1. Amanah = Tanggung Jawab.
Di dalam Islam, sebuah amanah kelak harus dipertanggungjawabkan di
hadapan-Nya. Ketika Allah menawarkan amanah kepada langit, bumi, dan
gunung-gunung, tak ada yang mau menerimanya kecuali manusia. Dan
adalah manusia itu sangat zalim dan bodoh. "Sesungguhnya Kami telah
mengemukakan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, maka
semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan
mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya
manusia itu amat zalim dan amat bodoh." (QS.34:71)
2. Jangan Merasa Berbeda
Seorang senior akhwat menegur juniornya yang tengah sibuk membuat
mading masjid. Ia berkata, "Dek, tidak seharusnya kamu mengerjakan
ini, teman-teman yang lain kan bisa melakukannya." Sang senior
beranggapan bahwa hal remeh temeh tidak seharusnya dilakukan oleh sang
junior yang menjabat sebagai ketua keputrian rohis. Sang junior
menatap seniornya, terdiam sebentar dan kembali melanjutkan
pekerjaannya. Ia sangat tidak setuju dengan pendapat seniornya karena
ia teringat Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam saat memerintahkan
untuk menyembelih seekor domba. Seseorang berkata, "Akulah yang akan
menyembelihnya", yang lain berkata "Akulah yang akan mengulitinya",
Lalu Beliau bersabda, "Akulah yang akan mengumpulkan kayu bakarnya."
Mereka berkata, "Kami akan mencukupkan bagi engkau." Beliau bersabda,
"Aku sudah tahu kalian akan mencukupkan bagiku. Tapi aku tidak suka
berbeda dari kalian. Sesungguhnya Allah tidak menyukai hamba-Nya yang
berbeda di tengah-tengah rekannya."
3. Besarnya Amanah Bukanlah Indikasi `Lebih Baik'
Orang-orang terdahulu sangat memahami hakikat amanah sehingga mereka
tidak memandangnya sebagai kelebihan, justru sebagai sebuah beban.
Sebagaimana pidato Umar bin Abdul Aziz saat naik ke podium negara
untuk pertama kalinya, "Ketahuilah bahwa aku bukanlah orang yang
terbaik di antara kamu. Akan tetapi,aku hanyalah seorang laki-laki
seperti kamu semua. Namun Allah telah menjadikan aku sebagai orang
yang paling berat bebannya di antara kamu. "
4. Membumi Bersama Anggota
Pemimpin dalam Islam, bukan sekedar memerintah tetapi juga terjun
langsung bersama anggotanya. Ini bukan berarti sang pemimpin tidak
memiliki kafaah pendelegasian tugas, namun karena selayaknya seorang
pemimpin memberikan teladan dan melayani. Hal ini sebagaimana
Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam tunjukkan keteladanan itu
ketika Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam membangun masjid Nabawi
di Madinah bersama para sahabatnya. Beliau tidak hanya menyuruh dan
mengatur atau tunjuk sana tunjuk sini, tapi beliau turun langsung
mengerjakan hal-hal yang bersifat teknis sekalipun. Beliau membawa
batu bata dari tempatnya ke lokasi pembangunan.
5. Berendah Hatilah
Sesungguhnya kita harus senantiasa berendah hati dan berlemah lembut
terhadap orang-orang yang beriman. Memiliki jabatan bukan berarti
angkuh di atas singgasana dan hanya memberi instruksi. Lihatlah Umar
bin Abdul Aziz, seorang khalifah yang datang ke sebuah pasar untuk
mengetahui langsung keadaan pasar, maka ia datang sendirian dengan
penampilan biasa, bahkan sangat sederhana sehingga ada yang menduga
kalau ia seorang kuli panggul lalu orang itupun menyuruhnya untuk
membawakan barang yang tak mampu dibawanya. Umar membawakan barang
orang itu dengan maksud menolongnya, bukan untuk mendapatkan upah.
Namun ditengah jalan, ada orang memanggilnya dengan panggilan `Amirul
Mu'minin' sehingga pemilik barang yang tidak begitu memperhatikannya
menjadi memperhatikan siapa orang yang telah disuruhnya membawa
barangnya. Setelah ia tahu bahwa yang disuruhnya adalah seorang
khalifah, iapun meminta maaf, namun Umar merasa hal itu bukanlah suatu
kesalahan.
6. Jangan Karena Ambisi
Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam berkata kepada Abdurrahman bin
Samurah, "Janganlah engkau menuntut suatu jabatan. Sesungguhnya jika
diberi karena ambisimu maka kamu akan menanggung seluruh bebannya.
Tetapi jika ditugaskan tanpa ambisimu maka kamu akan ditolong
mengatasinya."(HR.Bukhari dan Muslim)
Namun bukan berarti pula kita tidak boleh menerima amanah. Rasulullah
Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Barangsiapa yang diserahi
kekuasaan urusan manusia lalu menghindar (mengelak) melayani kaum
lemah dan orang-orang yang membutuhkannya, maka Allah tidak akan
mengindahkannya pada hari kiamat."(HR. Ahmad).
Atau seperti ucapan Nabi Yusuf di Surat Yusuf ayat 55, "Berkata Yusuf,
Jadikankah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah
orang yang pandai menjaga lagi berpengetahuan." (QS.12:55)
Khatimah
Organisasi da'wah tentu memiliki struktur dan itu hanya untuk
memudahkan kinerja, maka hendaknya kita tidak memandang istimewa
seseorang dari jabatannya, tetapi dari ketaqwaannya.
Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Sesungguhnya Allah
Ta'ala tidak memandang postur tubuhmu dan tidak pula pada kedudukanmu
maupun harta kekayaanmu, tetapi Allah memandang pada hatimu.
Barangsiapa memiliki hati yang shaleh maka Allah menyukainya. Bani
Adam yang paling dicintai Allah ialah yang paling bertaqwa." (HR.
Muslim).
Setelah memahami apa dan bagaimana amanah, maka tidak selayaknya
seorang kader memandang mulia orang yang besar amanahnya dan memandang
rendah dirinya hanya karena amanahnya tidak besar. Tidak selayaknya
pula seorang aktifis merangkai jenjang karir berupa karir da'wah dan
menghitung-hitung untung rugi, karena sesungguhnya Allah tidak menilai
besar kecilnya amanah, Allah tidak menilai tinggi rendahnya jabatan,
tetapi Allah menilai kesungguhan dan keikhlasan kita. Biarlah Allah
saja yang membalas da'wah kita ini, dan katakanlah sebagaimana para
nabi telah berkata, "Sesungguhnya aku tidak meminta upah kepadamu atas
seruanku ini, upahku hanyalah dari Allah, Tuhan Semesta Alam."
Wallahu'alam.
dari myquran.com
Suatu ketika, dalam majelis koordinasi seorang akhwat berkata pada mas’ul dakwahnya, “akhi, ana ga bisa lagi berinteraksi dengan akh fulan”. Suara akhwat itu bergetar. Nyata sekali menekan perasaannya.”Pekan lalu, ikhwan tersebut membuat pengakuan yang membuat ana merasa risi dan….Afwan, terus terang juga tersinggung.” Sesaat kemudian suara dibalik hijab itu mengatakan….ia jatuh cinta pada ana.”
mas’ul tersebut terkejut, tapi ditekannya getar suaranya. Ia berusaha tetap tenang. “Sabar ukhti, jangan terlalu diambil hati. Mungkin maksudnya tidak seperti yang anti bayangkan.” Sang mas’ul mencoba menenangkan terutama untuk dirinya sendiri.
“Afwan…ana tidak menangkap maksud lain dari perkataannya. Ikhwan itu mungkin tidak pernah berpikir dampak perkataannya. Kata-kata itu membuat ana sedikit banyak merasa gagal menjaga hijab ana, gagal menjaga komitmen dan menjadi penyebab fitnah. Padahal, ana hanya berusaha menjadi bagian dari perputaran dakwah ini.” sang akhwat kini mulai tersedak terbata.
“Ya sudah…Ana berharap anti tetap istiqamah dengan kenyataan ini, ana tidak ingin kehilangan tim dakwah oleh permasalahan seperti ini”. Mas’ul itu membuat keputusan, “ana akan ajak bicara langsung akh fulan”
Beberapa Waktu berlalu, ketika akhirnya mas’ul tersebut mendatangi fulan yang bersangkutan. Sang Akh berkata, “Ana memang menyatakan hal tersebut, tapi apakah itu suatu kesalahan?”
Sang mas’ul berusaha menanggapinya searif mungkin. “Ana tidak menyalahkan perasaan antum. Kita semua berhak memiliki perasaan itu. Pertanyaan ana adalah, apakah antum sudah siap ketika menyatakan perasaan itu. Apakah antum mengatakannya dengan orientasi bersih yang menjamin hak-hak saudari antum. Hak perasaan dan hak pembinaannya. Apakah antum menyampaikan kepada pembina antum untuk diseriuskan?. Apakah antum sudah siap berkeluarga. Apakah antum sudah berusaha menjaga kemungkinan fitnah dari pernyataan antum, baik terhadap ikhwah lain maupun terhadap dakwah????” Mas’ul tersebut membuat penekanan substansial. ” Akhi bagi kita perasaan itu tidak semurah tayangan sinetron atau bacaan picisan dalam novel-novel. Bagi kita perasaan itu adalah bagian dari kemuliaan yang Allah tetapkan untuk pejuang dakwah. Perasaan itulah yang melandasi ekspansi dakwah dan jaminan kemuliaan Allah SWT. Perasaan itulah yang mengeksiskan kita dengan beban berat amanah ini. Maka Jagalah perasaan itu tetap suci dan mensucikan.”
Cinta Aktivis Dakwah
Bagaimana ketika perasaan itu hadir. Bukankah ia datang tanpa pernah diundang dan dikehendaki?
Jatuh cinta bagi aktivis dakwah bukanlah perkara sederhana. Dalam konteks dakwah, jatuh cinta adalah gerbang ekspansi pergerakan. Dalam konteks pembinaan, jatuh cinta adalah naik marhalah pembinaan. Dalam konteks keimanan, jatuh cinta adalah bukti ketundukan kepada sunnah Rosullulah saw dan jalan meraih ridho Allah SWT.
Ketika aktivis dakwah jatuh cinta, maka tuntas sudah urusan prioritas cinta. Jelas, Allah, Rosullah dan jihad fii sabilillah adalah yang utama. Jika ia ada dalam keadaan tersebut, maka berkahlah perasaannya, berkahlah cintanya dan berkahlah amal yang terwujud dalam cinta tersebut. Jika jatuh cintanya tidak dalam kerangka tersebut, maka cinta menjelma menjadi fitnah baginya, fitnah bagi ummat, dan fitnah bagi dakwah. Karenannya jatuh cinta bagi aktivis dakwah bukan perkara sederhana.
Ketika Ikhwan mulai bergetar hatinya terhadap akhwat dan demikian sebaliknya. Ketika itulah cinta ‘lain’ muncul dalam dirinya. Cinta inilah yang akan kita bahas disini. Yaitu sebuah karunia dari kelembutan hati dan perasaan manusia. Suatu karunia Allah yang membutuhkan bingkai yg jelas. Sebab terlalu banyak pengagung cinta ini yang kemudian menjadi hamba yang tersesat. Bagi aktivis dakwah, cinta lawan jenis adalah perasaan yang lahir dari tuntutan fitrah, tidak lepas dari kerangka pembinaan dan dakwah. Suatu perasaan produktif yang dengan indah dikemukakan oleh ibunda kartini,” …akan lebih banyak lagi yang dapat saya kerjakan untuk bangsa ini, bila saya ada disamping laki-laki yg cakap, lebih banyak kata saya…..daripada yang saya usahakan sebagai perempuan yg berdiri sendiri..”
Cinta memiliki 2 mata pedang. Satu sisinya adalah rahmat dengan jaminan kesempurnaan agama dan disisi lainnya adalah gerbang fitnah dan kehidupan yg sengsara. Karenanya jatuh cinta membutuhkan kesiapan dan persiapan. Bagi setiap aktivis dakwah, bertanyalah dahulu kepada diri sendiri, sudah siapkah jatuh cinta???jangan sampai kita lupa, bahwa segala sesuatu yang melingkupi diri kita, perkataan, perbuatan, maupun perasaan adalah bagian dari deklarasi nilai diri sebagai generasi dakwah. Sehingga umat selalu mendapatkan satu hal dari apapun pentas kehidupan kita, yaitu kemuliaan Islam dan kemuliaan kita karena memuliakan Islam.
Deklarasi Cinta
Sekarang adalah saat yang tepat bagi kita untuk mendeklarasikan cinta diatas koridor yang bersih. Jika proses dan seruan dakwah senantiasa mengusung pembenahan kepribadiaan manusia, maka layaklah kita tempatkan tema cinta dalam tempat utama. Kita sadari kerusakan prilaku generasi hari ini, sebagian besar dilandasi oleh salah tafsir tentang cinta. Terlalu banyak penyimpangan terjadi, karena cinta didewakan dan dijadikan kewajaran melakukan pelanggaran. Dan tema tayangan pun mendeklarasikan cinta yang dangkal. Hanya ada cinta untuk sebuah persaingan, sengketa. Sementara cinta untuk sebuah kemuliaan, kerja keras dan pengorbanan, serta jembatan jalan kesurga dan kemuliaan Allah, tidak pernah mendapat tempat disana.
Sudah cukup banyak pentas kejujuran kita lakukan. Sudah terbilang jumlah pengakuan keutamaan kita, sebuah dakwah yang kita gagas, Sudah banyak potret keluarga yg baru dalam masyarakat yg kita tampilkan. Namun berapa banyak deklarasi cinta yang sudah kita nyatakan. Cinta masih menjadi topik ‘asing’ dalam dakwah kita. Wajah, warna, ekspresi dan nuansa cinta kita masih terkesan ‘misteri. Pertanyaan sederhana, “Gimana sih, kok kamu bisa nikah sama dia, Emang kamu cinta sama dia?”, dapat kita jadikan indikator miskinnya kita mengkampanyekan cinta suci dalam dakwah ini.
Pernyataan ‘Nikah dulu baru pacaran’ masih menjadi jargon yang menyimpan pertanyaan misteri, “Bagaimana caranya, emang bisa?”. Sangat sulit bagi masyarakat kita untuk mencerna dan memahami logika jargon tersebut. Terutama karena konsumsi informasi media tayangan, bacaan, diskusi dan interaksi umum, sama sekali bertolak belakang dengan jargon tersebut.
Inilah salah satu alasan penting dan mendesak untuk mengkampanyekan cinta dengan wujud yang baru. Cinta yang lahir sebagai bagian dari penyempurnaan status hamba. Cinta yang diberkahi karena taat kepada sang Penguasa. Cinta yang diberkahi karena taat pada sang penguasa. Cinta yang menjaga diri dari penyimpangan, penyelewengan dan perbuatan ingkar terhadap nikmat Allah yang banyak. Cinta yang berorientasi bukan sekedar jalan berdua, makan, nonton dan seabrek romantika yang berdiri diatas pengkhianatan terhadap nikmat, rezki, dan amanah yang Allah berikan kepada kita.
Kita ingin lebih dalam menjabarkan kepada masyarakat tentang cinta ini. Sehingga masyarakat tidak hanya mendapatkan hasil akhir keluarga dakwah. Biarkan mereka paham tentang perasaan seorang ikhwan terhadap akhwat, tentang perhatian seorang akhwat pada ikhwan, tentang cinta ikhwan-akhwat, tentang romantika ikhwan-akhwat dan tentang landasan kemana cinta itu bermuara. Inilah agenda topik yang harus lebih banyak dibuka dan dibentangkan. Dikenalkan kepada masyarakat berikut mekanisme yang menyertainya. Paling tidak gambaran besar yang menyeluruh dapat dinikmati oleh masyarakat, sehingga mereka bisa mengerti bagaimana proses panjang yang menghasilkan potret keluarga dakwah hari ini.
Epilog
Setiap kita yang mengaku putra-putri Islam, setiap kita yg berjanji dalam kafilah dakwah, setiap kita yang mengikrarkan Allahu Ghoyatuna, maka jatuh cinta dipandang sebagai jalan jihad yang menghantarkan diri kepada cita-cita tertinggi, syahid fi sabililah. Inilah perasaan yang istimewa. Perasaan yang menempatkan kita satu tahap lebih maju. Dengan perasaan ini, kita mengambil jaminan kemuliaan yang ditetapkan Rosullulah. Dengan perasaan ini kita memperluas ruang dakwah kita. Dengan perasaan ini kita naik marhalah dalam dakwah dan pembinaan.
Betapa Allah sangat memuliakan perasaan cinta orang-orang beriman ini. Dengan cinta itu mereka berpadu dalam dakwah. Dengan cinta itu mereka saling tolong menolong dalam kebaikan, dengan cinta itu juga mereka menghiasi Bumi dan kehidupan di atasnya. Dengan itu semua Allah berkahi nikmat itu dengan lahirnya anak-anak shaleh yang memberatkan Bumi dengan kalimat Laa Illaha Ilallah. Inilah potret cinta yang sakinah, mawaddh, warahmah.
jadi…sudah berani jatuh cinta…??
wallahu’alam
diambil dari majalah al izzah edisi 11/th4/jan 2005 M
Rating: | ★★★★★ |
Category: | Movies |
Genre: | Documentary |
“Ayo pegang!”
“Bodoh kamu!”
“Ngapain masuk kedokteran? Cuma mau jaga gengsi? Hah! Kadafer ini guru kita...!” teriak salah seorang senior cewek sembari menunjuk ke arah kadafer yang terlungkup pasrah.
“Ayo, pegang lambungnya! Cari jantungnya! Hitung gigi-giginya! Awas kalo nggak berani!”
“Eh…nih anak malah nangis lagi. Dasar cengeng! Kalo takut nggak usah masuk kedokteran, malu-maluin tau!”
Teriakan-teriakan garang menggema di laboratorium anatomi Fakultas Kedokteran. Ruangan gelap dan pengap rupanya tak mampu menyurutkan keganasan kegiatan Ospek mahasiswa baru itu. Ruangan lab kini hampir menyerupai ladang penindasan. Ada perbedaan yang sangat mencolok antara junior dan senior. Semua bagaikan langit dan bumi. Senior bebas bertindak apa pun, karena setiap perkataan senior selalu benar. Sementara sang junior harus rela menuruti perintah apa saja dari senior walaupun terkadang mengkel juga karena ulah senior yang kadang tak memandang nurani lagi.
Sementara itu di dalam lab anatomi tampak beberapa kadafer terlentang tanpa daya di atas meja praktik, di sudut ruangan—di dalam kaca khusus tersimpan berbagai sampel anggota tubuh manusia yang sudah mengeras karena formalin. Di bawah mikroskop masih terdapat sisa sel tubuh yang belum di bersihkan. Bau menyengat menyebar ke seantero ruangan.
Tiba-tiba terdengar rintihan pilu salah satu kadafer….
“Hiks…hiks…,” tangis sunyi muncul dari dalam boks nomor 1. Itu tangisan Maryam. Ia meninggal dalam keadaan sangat tragis, diperkosa. Tubuhnya digantung di semak-semak pohon akasia yang tinggi dan baru di temukan masyarakat dua bulan kemudian, sesudah mayatnya membusuk. Hampir tak berbentuk.
Maryam pernah mengeluh pada Aci, yang merupakan salah satu kadafer juga di lab anatomi ini. Maryam rindu ingin dikuburkan di tempat yang layak. Tapi, ternyata ia menangis bukan karena itu.
Dua hari lalu waktu praktikum. Mahasiswa tingkat dua mempelajari susunan organ bagian tangan. Setiap kadafer memang sudah dibagi untuk 4 kelompok. Jadi, setiap kelompok memegang kadafer khusus.Tahap awal mereka menyayat bagian Regio Palmaris disekitar pergelangan tangan, Regio Antebrachi sampai wilayah musculus (m) biceps brachialis. Maryam merasakan sakit yang amat sangat saat pisau-pisau yang tajam itu menyentuh kulitnya, merobekkan kulit arinya. Maryam pasrah. Hingga babak terakhir mereka merapikan kembali daging-daging tubuh yang berserakan itu lalu memasukkannya ke toples khusus yang disediakan. Tapi tidak pada daging tubuh Maryam. Kelompok tiga memang pemalas. Daging bekas sayatan itu dibiarkan saja tetap tercecer, hingga sorenya seekor kucing berhasil menyantap habis bagian daging Maryam itu.
“Aku ingin dikuburkan dengan anggota tubuhku yang lengkap!”teriak Maryam sambil menangis. Namun, tak ada yang bisa mendengar tangisan pilu itu kecuali Maryam dan kadafer lainnya. Lagi-lagi, sebagai kadafer Maryam hanya bisa pasrah, tak mampu berbuat apa-apa.
Ruangan menjadi semakin pengap setelah rombongan-rombongan junior baru masuk ke lab dengan berjalan beriringan. Mereka tak lain seperti dijadikan boneka mainan saja.
Rambut khas dengan pita warna-warni, kaos oblong, menyantel tas karung yang berukuran sangat lebar hingga membuat tubuh-tubuh mereka tenggelam karena besarnya tas karung itu. Inikah wajah-wajah mahasiswa pilihan dengan rating grade fakultas nomor satu di salah satu universitas di Sumatera ini?
Tampak salah satu junior wanita menatapi salah satu kadafer penuh katakutan. Itu sangat wajar. Karena tubuh para kadafer memang sudah porak-poranda. Perut buyar menganga hingga tampak anggota-anggota tubuh bagian dalamnya. Sementara kulit yang membungkus bagian kaki dan tangan sudah habis tak bersisa akibat sayatan. Kini yang terlihat hanyalah tulang-belulang yang kian rapuh walaupun dibubuhi cairan formalin tiap harinya. Gadis itu tampak sedang menuruti titah dari seniornya. Walaupun tampak ketakutan, gadis itu tetap berusaha mematuhi, memegang tiap anggota tubuh bagian dalam kadafer yang memang sudah bisa dari perut yang menganga. Kemudian gadis itu menyebutkan satu per satu anggota tubuh yang dipegangnya dengan gugup.
“Itu ginjal bodoh…! Masa kamu nggak bisa membedakan ginjal dengan jantung sih!”
“Memangnya biologi kamu dapat berapa, hah?” caci salah seorang senior cowok.
Gadis itu tampak menunduk, tak berani berkutik. Matanya tampak berair, namun lama-lama airmata yang menganak sungai itu keluar juga dari pelupuk mata beningnya. Ia menangis ketakutan.
“Oy… oyy…! Mau lihat anak mami nggak?” teriak Albert, salah satu senior.
“Anak mami cengeng, nangis euy…!” cacinya sambil tertawa terkikik.
“Udah, pulangkan aja ke orangtuanya, suruh balik SD lagi,” sambung Maria.
Semua senior mengejek gadis tak berdaya itu. Maklum saja, Mila, nama gadis itu, memang belum pernah melihat barang aneh seperti kadafer ini. Bahkan melihat orang meninggal pun jarang, kecuali kakeknya. Itupun waktu ia masih kecil. Siapa sih yang tidak ketakutan melihat tubuh-tubuh mengerikan seperti itu. Kalau ia masuk kedokteran, itu pun karena semata-mata ingin membahagiakan mamanya. Lagi pula, potensi IQ-nya memang tidak mengecewakan.
Di dalam lab, Maryam tampak menahan tangis.
“Ayo, pegang!” teriak kasar Agus. Rupanya ia memaksa Faiz memegang vagina Maryam.
Maryam ketakutan. Sementara Faiz tempak menuruti saja perintah seniornya.
“A-ku malu...!” tangis kadafer Maryam.
“Rasanya ingin aku tampar muka si senior jelek itu. Kenapa ia tega menzalimiku. Walaupun aku hanya seonggok mayat yang kini ruhku sudah terpisah dengan jasad, tapi aku ingin dihormati, diperlakukan dengan layak. Bukan dengan cara seperti ini,” tangis Maryam semakin menjadi.
“Tuhan, aku ingin di kuburkan secara layak, bukan di tempat seperti ini!”
Sebenarnya para kadafer ini rela bila tubuhnya dijadikan sumber untuk mencari ilmu. Setidaknya itu lebih membuat mereka merasa lebih berguna. Dari pada mati sia-sia, masuk neraka pula. Tapi, mereka ingin dihormati sebagai layaknya mereka dulu juga manusia. Mereka malu bila auratnya dipajangkan bebas di ruang praktikum tanpa sehelai kain pun yang menutupi lekuk-lekuk tubuh mereka.
Kadafer-kadafer menangis sunyi.
Kegiatan Ospek yang berlangsung selama 3 hari itu rupanya memberi memori-memori yang berbeda bagi tiap mahasiswa baru. Ada kisah menyedihkan, menegangkan, bahkan ada yang mengatakan ospek kemarin begitu menyenangkan.
“Rugi banget elu nggak ikut Ospek kemarin, seniornya cakep-cakep lagi,” pamer Karen pada Butet yang memang tidak bisa mengikuti ospek karena sakit.
“Kalau nggak ikut ospek itu serasa bukan jadi mahasiswa, deh!”sambung Karen bangga.
Karen sepertinya tidak ingin berhenti menceritakan pengalaman menariknya selama Ospek. Dia terus saja menceracau seperti tidak ingin kehabisan kata-kata. Butet menanggapi ocehan teman barunya itu dengan hanya dengan sedikit senyum simpulnya yang menarik. Butet sebal. Ia memang tidak terlalu suka dengan orang yang terlalu banyak menceritakan tentang dirinya. Baginya, orang seperti itu termasuk dalam kategori teman membosankan.
#
Jam 13.30 WIB, ruang praktikum lab anatomi.
Sret…sreet….. Terdengar pintu ruangan dibuka lebar. Lima orang mahasiswa tingkat tiga memasuki ruangan lab dengan tergesa-gesa. Mereka berjalan beriringan menuju tiap boks penyimpanan kadafer. Salah satu dari mereka membuka pengait besi yang melekat pada boks, lalu mengeluarkan para kadafer itu satu per satu, mendorong kadafer hingga ke tengah. Lalu, semua yang berada di dalam ruangan mendapatkan giliran membersihkan kadafer yang akan di pakai untuk praktikum sebentar lagi. Tidak ada bias ketakutan lagi yang terpancar di wajah mereka. Sepertinya karena memang mereka sudah terbiasa. Bukankah ada pepatah yang mengatakan ala bisa karena biasa?
“Cepetan Pram, waktunya tinggal 5 menit lagi nih! Dokter Fahri sudah hampir sampai,” bujuk Anggi pada Pram yang tampak belum menyelesaikan sikatan terakhirnya.
“Kamu sih lama banget nyari sikatnya, kan jadi telat...,” keluh Marsha ketus.
“Iya… sorry. Gue lagi banyak pikiran tadi. Jadi, nggak konsen,” sergah Pram memelas.
Tepat sekali. Beberapa menit kemudian, Dokter Fahri masuk. Sementara di belakangnya sudah bergerombolan masuk mahasiswa tingkat 3 kelas anatomi yang lengkap dengan baju jas putih dan peralatan medisnya.
“Lagi-lagi aku dikuliti massal...,” teriak sunyi Maryam, pasrah.
Dokter Fahri mulai menjelaskan struktur anatomi bagian-bagian kaki. Karena memang pada dasarnya pembedahan hari ini di khususkan pada bagian itu. Dokter Fahri mencontohkan sayatan awal pada bagian Articulatio genu disekitar lutut. Tangannya tampak dengan lincah dan telaten mengikis kulit ari lalu menyayat bagian tadi. Semua mahasiswa memperhatikan dengan saksama. Selanjutnya, tampak mereka bekerja sendiri. Sayatan berikutnya pada bagian Regio qedis, Regio tibialis, Os tibia sampai pada sayatan terakhir bagian maleolus. Dengan cekatan pula para mahasiswa menyusun lalu meletakkan sel-sel hasil sayatan ke bawah mikroskop. Mengamatinya dengan teliti. Lalu berupaya menggambarkan hasil yang dilihatnya dari mikroskop ke buku laporan praktikum. Semua memang tampak sederhana, tapi sebenarnya begitu rumit. Praktikum selesai. Tampak semua mahasiswa merapikan perlengkapan, membuka sarung tangan lalu mencuci tangan-tangan mereka dengan sabun pembersih khusus. Setiap sel-sel hasil sayatan di kumpulkan kemudian di masukkan di tiap-tiap toples yang telah disediakan. Tapi tidak semua mahasiswa peduli pada kadafer.
Kelompok satu tampak acuh . Dibiarkan saja sel-sel hasil sayatan itu di atas boks. Lalu keluar dari ruangan praktikum dengan santainya.
#
Jam 18:00 WIB, Laboratorium Anatomi.
Suasana lab tampak sunyi. Desiran angin menambah angker ruangan praktikum ini. Saat sepi, ruangan pengap ini sering mengeluarkan bau busuk yang tercampur dengan bau formalin yang menyengat. Mungkin karena memang kadafer-kadafer yang berada dalam ruangan ini rata-rata sudah berumur lebih dari 10 tahun.
Tiba-tiba Maryam meringis kesakitan dari balik boks mayatnya.
“Hiks... hiks... aow...!” tangisnya sunyi.
“Mereka menzalimi tubuhku, menyakitiku!”
“Sampai kapan pun aku tidak rela!”
#
Catatan:
Kadafer adalah mayat digunakan fakultas kedokteran untuk praktikum anatomi.
By : WANJA ~ An Nida Online