Senin, 10 November 2008

Turtles Can Fly

Rating:★★★★★
Category:Movies
Genre: Other
Written and directed by Bhaman Ghobadi

Cast :
Agrin : Avaz Latif
Satellite : Soran Ebrahim
Hengov : Hiresh Feysal Rahman
Rega : Abdol Rahman Karim
Pasheo : Sadaam Hossein Feysal
Hangao : Hiresh Feysal Rahman
Shirko : Ajil Zibari

TURTLES CAN FLY merupakan film pertama tentang perang di Iraq masa Invasi Amerika dibawah Presiden George W. Bush. Seperti film Iran lainnya ‘Turtles Can Fly’ juga menyajikan pengajaran kehidupan secara folosofis tanpa ada kesan menggurui penontonnya.

‘Turtles Can Fly’ menyajikan paradoks : film anak-anak yang penuh humor, manisnya adegan jenaka anak-anak, sekaligus film perang yang paling mengerikan.

‘Turtles Can Fly’ adalah sebuah film sederhana, namun secara psikologis ini memberikan dampak psikologis yang paling dalam. Meski Badan sensor film memberikan label genre ‘Parental Guide’, namun film ini bukan film anak-anak, melainkan seharusnya film dewasa.

‘Turtles Can Fly’ menyajikan peperangan yang sedemikian kuatnya berdampak pada ‘innocent victims of conflict’. Ya, peperangan paling banyak menyengsarakan korban tak berdosa, terutama anak-anak. Dan secara sempurna film ini menyajikan akibat perang ‘dimata anak-anak’. Sehingga saat kita menonton, secara tidak sadar kita akan digiring oleh sang sutradara ‘berpikir dan berlogika secara anak-anak pula’.

Dimulai dengan adegan gadis kecil menjatuhkan diri dari sebuah tebing yang curam, film ini bercerita dengan latar belakang sebuah desa ‘Iraqi Kurdistan’ di perbatasan Iran dan Turkey. Penduduk desa yang dalam suasana perang lebih mementingkan berita ketimbang sajian hiburan di TV. Untuk itulah semua penduduk desa berusaha memasang antena yang paling kuat menangkap gelombang siaran berita di televisi.
Dengan set tahun 2003 dibawah invasi Amerika, film ini menggambarkan terobsesinya orang-orang dengan berita Internasional yang didapat dari Satelit untuk mendapatkan informasi rencana Amerika kedepan dalam ‘menyelamatkan’ Iraq.

Seorang anak laki-laki berumur 13 tahun atau tepatnya ‘de-facto leader’ bagi sekumpulan anak-anak yatim-piatu di camp pengungsi, ia dipanggil dengan nama ‘Satellite’ karena terbiasa menerima job pemasangan antena TV, sekaligus menjadi ‘translater berita’ bagi penduduk desa disana. Kemudian Satellite juga menerima job pembersihan ‘ranjau darat’ di daerah itu. Satellite merasa terganggu dengan kehadiran seorang anak laki-laki cacat, kedua tangannya putus, yang juga menerima job pembersihan ranjau yang belum menjadi ‘anggota serikat pekerja anak-anak’ dibawah pimpinan Satellite. Anak cacat itu bernama Hengov yang juga adalah korban ranjau darat, sehingga kedua tangannya putus. Meski cacat Hengov rupanya ahli sekali menjinakkan ranjau.

Dilain pihak Satellite naksir berat dengan adik perempuan Hengov, Agrin yang misterius dan cantik. Kemudian Satellite juga menemukan kemampuan prophetic Hengov, yang kemudian disadarinya bahwa kemampuan supranaturalnya lebih akurat ketimbang propagandanya CNN.

Hengov dimata orang lain mempunyai 2 orang adik, yang perempuan Agrin dan adik laki-laki yang buta, masih berumur 1tahun lebih, Rega. Kemanapun, mereka selalu bertiga. Dan si kecil Rega selalu dalam gendongan Agrin, sesekali digendong oleh Hengov yang meski ‘tanpa tangan’ namun cukup cekatan menggendong si kecil.

Agrin gadis kecil mungkin umurnya baru 12tahun, yang terjebak oleh ganasnya perang, kedua orang tuanya terbunuh akibat perang saudara di Iraq, dalam saat yang bersamaan ia mengalami tragedi yang lain, diperkosa beramai-ramai oleh tentara, sehingga pada usia yang sangat muda ia mempunyai anak. Oleh pengungsi lain anak dalam gendongannya itu dikira adiknya. Kehidupan serba sulit, mengungsi dengan anak dan saudara laki-laki yang cacat. Sudah berkali-kali Agrin mencoba bunuh diri karena tidak mampu menahan beban berat hidup. Namun setiap kali dia ingat kakaknya Hengov yang cacat, ia berpikir mampukah Hengov merawat Rega anaknya? Dan ia mengurungkan niat itu. Adegan ketiga 'anak kecil' itu kerap memancing rasa haru.

Rupanya perang zaman sekarang juga masih menggunakan jalur-jalur propaganda atau bahasa halusnya ‘informasi’ :
"We are here to take away your sorrows!".
"Those against us are our enemies. We will make this country a paradise. We are the best!"

Itulah bunyi leaflets yang dijatuhkan dari helikopter pasukan Amerika. Entah dalam kejadian nyata isi leaflets bunyinya begitu atau tidak, namun dengan melihat gaya American dan sikap Bush yang sedemikian, mungkin saja isi leaflets-nya begitu. Dan betapa senangnya masyarakat suku Kurdi menerima kabar bahwa keberadan mereka ‘dibela’ dengan akhir Saddam Hussein diturunkan dari tahta kepresidenannya. Pesan-pesan itu membawa harapan perang segera berakhir.

Kabar baik dari pasukan ‘hero’ itu tidak ada dampaknya ibu-muda Agrin, ia tetap tertekan, terlebih ketika ia memikirkan bagaimana nanti Rega tumbuh menjadi besar, apa pandangan orang terhadapnya. Berkali-kali Agrin mengemukakan rencananya agar meninggalkan Rega, dengan harapan bisa ‘diambil/dipelihara orang lain’, namun Hengov kakaknya selalu melarang, karena Hengov sangat mengasihi anak itu.

Agrin yang kehilangan masa kanak-kanak, Agrin yang memerlukan bimbingan orang-tua, ia tak mampu membereskan beban dan masalah hidupnya. Sengsara hidupnya membuyarkan semua ‘natur baik’ yang mungkin dimilikinya. Ia menjadi pembenci anaknya itu, ia pemurung, dan putus asa. Suasana kontradiksi, disaat masyarakat Kurdi memulai lembar baru dan menyambut jatuhnya Saddam, dengan suka-ria mendapatkan souvenir potongan patung-Saddam di ibukota yang dijatuhkan tentara Amerika. Agrin membunuh anaknya dan kemudian ia bunuh-diri. Adegan ini menyentak sekali, membuat para penonton tidak tahan dengan tragedi kematian keduanya yang ditampilkan. Akhir kisah itu sungguh mendendangkan nyanyian yang paling memilukan dan menyayat hati.

Bhaman Ghobadi’s Turtles Can Fly, cukup menggambarkan kejadian sejarah secara instant yang merupakan one ‘of the best films ever made about children in wartime’.


--
=> review diambil dari sini
=> sebagian besar pemainnya bukanlah aktor profesional melainkan para pengungsi dan anak yatim-piatu.

18 komentar:

  1. mataku basah nonton ini
    endingnya shocking

    BalasHapus
  2. Desi masih basah
    baru selesai nonton

    BalasHapus
  3. inna nontonnya 2 tahun lalu Des...:-P

    BalasHapus
  4. nonton dibioskop ?
    bisa liat dirental?
    apa bisa beli DVDnya?

    BalasHapus
  5. inna nonton dari 2 tahun lalu Si..., film favorite
    The Kite Runner dah nonton

    BalasHapus
  6. nyewa aja dirental...
    lebih murah :D
    --
    rilisnya tahun 2004..
    di bioskop sudah ga ada

    BalasHapus
  7. kite runner blum nonton
    video ezy disini payah..
    ga ada disc-nya
    --
    Desi kemana aja sih..
    film2 keren gini bisa ga nonton

    BalasHapus
  8. diITC kuningan ada kok Si
    murah..6 ribu aja milik sendiri..:-P

    *hidup bajakan*

    BalasHapus
  9. sebenernya murahan yg original 2.400
    cd-nya pindahin ke kompi he..he..
    --
    tp kaya'nya perlu dicoba nih..
    mengingat susah nyari yg asli

    BalasHapus
  10. wew..jarang jugak nonton movie..heuheu..pengen nyari

    BalasHapus
  11. @ Al
    nonton deh dek..
    bagus banget deh film
    --
    film2 Iran memang keren, liat aja Children of Heaven
    siapa dulu donk Presidennya *halaaah :D

    @ Zaki
    'met hunting :D

    BalasHapus
  12. oki download filmnya di idws, bagus filmnya ...

    BalasHapus
  13. mendingan copy dr Desi.. ada teksnya :hihi:

    BalasHapus
  14. yg oki udah ada teks englishnya mab :p

    BalasHapus
  15. kirain Oki dah lancar bahasa Arabnya :D

    BalasHapus
  16. film ini bukan bahas arab mba desi hehe

    BalasHapus
  17. mang iya..
    wah udah lama nontonnya hehe lupa

    BalasHapus